Friday, 7 June 2013

Kembar dua dunia kali ini akan mengisahkan seorang rangga di duni lelenya, Bagi penikmat pecel lele, tak sulit menemukan warung tenda terdekat dari rumah. Sepiring lele goreng dengan sambal terasi, lalapan, dan nasi hangat pun siap disantap.

Nah, bagaimana jika Anda diberi sederet menu ikan lele, namun dengan variasi rasa yang memancing lidah? Sebut saja Lele Saos Padang yang pedas segar, Lele Filet Aneka Bumbu yang praktis dinikmati untuk si kecil, atau Lele Bakar Afrika. Tergodakah untuk mencoba?

Menu semacam ini hanya bisa ditemukan di rumah makan Pecel Lele Lela, hasil racikan pengusaha muda Rangga Umara (30). Bapak dua anak penggemar pecel lele ini mengklaim bisnis pecel lele miliknya berkonsep modern. "Seluruh Indonesia pasti punya bentuk sama, pecel lele konvensional dengan warung tendanya," ujar Rangga, yang pernah mendapat kesempatan berkeliling 20 kota untuk mengamati dimana saja pecel lele gaya konvensional tersebar.

Desember 2006, hanya bermodalkan Rp 3 juta, pria yang sering diminta menjadi mentor di komunitas wirausaha, Entrepreneur University ini, membuka usaha warung lele dengan sistem setoran ke pemilik tempat. Namun usahanya tak bertahan lama, karena pengelolaan uang yang keliru, dan sistem yang dirasanya tak bisa membuat usahanya berkembang.
Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, lantas dipilihnya untuk membuka rumah makan dengan lele sebagai menu utamanya, yang diolah dengan ragam pilihan rasa. Warna hijau dan logo yang memancing mata pengguna jalan kemudian mulai mendatangkan pengunjung. Karena baginya, dengan menu sederhana, disukai siapa saja, mudah didapat, dimodifikasi dengan varian rasa dan tampilan yang lebih modern, Rangga yakin warung lelenya akan laku.

Buka cabang hitungan bulan
Hingga 2009, Rangga mampu mengelola 14 cabang Pecel Lele Lela di kawasan Jabodetabek, dengan sistem kemitraan dan total 160 karyawan. Tahun ini ia berencana membuka sistem franchise dan ekspansi ke kota besar seperti Semarang, Bali, dan Yogyakarta.

Melalui sistem Tracking Sales harian yang dibangunnya, Rangga, dibantu General Manager Operational di semua outlet, mampu membukukan pendapatan senilai Rp 750 juta per bulan dengan menarik 40.000 pelanggan dalam sebulan, dengan rata-rata belanja Rp15.000 per konsumen. Keuntungan yang dinikmatinya, 30% dari total omzet.

Jumlah lele yang dibeli juga tak tanggung-tanggung, sebanyak 100 kg lele per hari per outlet (rata-rata warung lele konvensional bermodal 5-10 kg ikan lele per hari). Setengah dari lele segar ini didapatnya dari peternakan lele hasil kerjasama dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

"Awalnya coba-coba, sekarang menjadi terkaget-kaget dengan perkembangannya," tukas Rangga merendah.
Pecel lele dari restorannya cukup diminati orang segala kalangan, lantaran menu dan kemasan yang diberikan restorannya berbeda dari warung tenda biasa. Namun dengan menu yang cukup "mengundang" tersebut, harga yang ditawarkan tak terlalu mahal. Contohnya Lele Saos Padang, yang menjadi menu favorit pengunjung, harganya hanya Rp 12.000. Dengan model bisnis kuliner ini, pria yang lebih senang berkantor dengan berkeliling outlet-nya ini berhasil memancing penggemar baru.

"Orang yang tadinya tidak suka makan lele, jadi tertarik datang, mencicipi dan menikmati, karena menunya lebih beragam. Anak yang tak suka makan ikan bisa mencoba bentuk masakan baru lele dengan dibuatkan Lele Fillet," jelasnya.

Ekspansi melalui franchise
Seperti makna merek yang dipilihnya, "Lela", alias "Lebih Laku", Rangga membuktikan keyakinan kuat, didukung sikap pantang kalah serta semangat untuk terus belajar, membuat Pecel Lele Lela beraset ratusan juta rupiah.

Untuk perluasan bisnis, Rangga menawarkan sistem franchise dengan nilai investasi mulai dari Rp 150 juta hingga Rp 250 juta, termasuk training karyawan. Sistem ini terbagi menjadi dua tipe investasi dengan franchise fee dibandrol Rp 40 juta.
Pria yang menggaet sejumlah penghargaan atas ide kreatif bisnis lele konsep modern ini mengaku semua ide usahanya lahir dari "kecelakaan". Dari bercita-cita membangun usaha kuliner, hobi makan pecel lele, mengamati pasar dan segmen lele, baik melalui media cetak maupun datang langsung ke lapangan, belajar dan diskusi dalam komunitas pengusaha, riset sederhana, berakhir dengan nekad buka usaha.

"Terlalu banyak riset dan perhitungan, tetapi tak pernah berani memulai dan belajar dari kesalahan, tak bisa membuat bisnis berkembang," tegas Rangga.
Kebanggaannya tentu makin bertambah ketika ia diminta menjadi pembicara dalam Program Indonesia Sehat. Bisnisnya dianggap ikut mendukung kampanye makan ikan bentukan pemerintah. Sukses, dan bikin orang sehat, adakah yang lebih membahagiakan?
Info cabang terdekat dan peluang franchise:

Anto, 021-960 35645/ 0819 32150611

Sementara itu, banyak selebriti yang menekuni dunia wirausaha, terutama membuka restoran. Tina Astari salah satu dari daftar selebriti yang membuka usaha tempat makan ini. Pecel lele jadi pilihan menu untuk usaha baru bintang yang berwajah mirip Della Puspita tersebut. Selain itu, Tina sendiri memang penggemar masakan lele, itu yang membuatnya membuka usaha pecel lele.
Tina mengembangkan bisnis tempat makan ini dengan program UKM. "UKM ini kita mengejar pasar menengah ke bawah. Lele itu harganya murah dan identik dengan tenda-tenda pinggiran, yang beli orang biasa aja. Kita justru mau bikin memodernkan si lele ini biar orang nggak gengsi makan," terang Tina yang ditemui di restoran Pecel Lele di daerah Kali Malang.
"Dengan Pecel Lele Park ini orang yang menengah ke atas tidak malu untuk memakan lele, jadi nggak gengsi karena kita bikin tempatnya yanghappening, full colour, keluarga bisa makan," kilahnya.
Bisnis tempat makan ini bukan satu-satunya usaha yang dijalankan bintang ini. Karena gemar berwirausaha, Tina juga membuka usaha cafe. Dan tentu saja, ini bukan usaha terakhir yang akan dilakukannya. "Basicly aku mau berwirausaha. Aku punya cafe di Bogor. Aku berpikir setelah punya cafe mau bikin UKM-UKM yang omzetnya bisa melebihi cafe," terang bintang yang pernah belajar Manajemen di fakultas Ekonomi Trisakti ini.
Berwiraswasta juga dijadikan Tina sebagai karir alternatif selain di dunia hiburan. "Aku sih mau dua-duanya jalan karena beda, entertaint berbicara masalah hobi, masalah kesenangan batin tapi kalau usaha ini lebih ke sosial, kita hidup di dunia mau apalagi kalau bukan saling membantu, gotong royong," tambah Tina. (fn/km/kp)

1 comment: