Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan mengungkapkan Indonesia mendukung langkah-langkah ITRC (International Tripartite Rubber Council) dalam mempertahankan dan memperbaiki harga karet alam.
Lebih lanjut Gita mengatakan, dalam kerangka ITRC dan IRCo, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sepakat untuk menerapkan skema pengurangan volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme /AETS) sebesar 300 ribu ton yang diberlakukan sejak Oktober 2012 sampai Maret 2013.
Kesepakatan yang diumumkan tanggal 16 Agustus 2012 tersebut, telah meningkatkan harga karet ( Daily Composite Price, atau gabungan rata-rata harga di ketiga negara) dari USD 2,54 per kg menjadi sekitar USD 2,9 per kg pada awal Desember 2012.
Menurut Mendag Gita Wirjawan, laporan dari Monitoring and Surveillance Committee (MSC), yang melakukan verifikasi lapangan pada bulan November dan Desember 2012, menyimpulkan bahwa penurunan volume ekspor ketiga
negara anggota ITRC telah sesuai dengan kesepakatan AETS.
“Dengan demikian diharapkan terjadi dampak langsung yang positif bagi tingkat pendapatan jutaan petani di Indonesia, Thailand dan Malaysia ,” ujarnya.
Berdasarkan data ITRC, total produksi karet dari tiga negara ini mencakup 67% dari total produksi dunia, dan ekspornya sebesar 86% dari total ekspor dunia. Produsen karet alam Indonesia sebagian besar adalah petani yang berjumlah sekitar 2,1 juta orang, yang menguasai 85% luas areal karet alam nasional.
Pada tahun 2011, Indonesia menghasilkan karet alam sekitar 3 juta ton atau 27% dari total produksi ITRC. Sebanyak 85% dari total produksi karet alam nasional Indonesia diekspor dengan nilai mencapai lebih dari USD 11,7 miliar pada tahun 2011.
Guna mengatasi gejolak harga dan memperkuat posisi negara produsen karet alam, para Menteri juga menyepakati pembentukan Pasar Karet Regional ( Regional Rubber Market ).
Pasar Karet Regional diharapkan dapat meramaikan bursa pasar berjangka dan pasar fisik yang sudah ada.
Selain itu, dapat membentuk harga riil pasar karet dan sekaligus menjalankan
fungsi lindung nilai. "Untuk itu ITRC sepakat melakukan studi komprehensif dan langkah-langkah harmonisasi berbagai kebijakan dalam rangka mewujudkan pasar ini ," jelas Mendag.
Lebih lanjut, Mendag mengungkapkan bahwa para Menteri juga sepakat untuk terus memperkuat kapasitas ITRC dan IRCo agar lebih mampu mengantisipasi berbagai tantangan ke depan.
Para Menteri mengharapkan agar ITRC dan IRCo dapat memandu negara-negara anggota untuk menjadi lebih pro-aktif dibanding reaktif dalam menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan dimaksud.
Selain itu, ITRC juga diharapkan dapat berfungsi sebagai organisasi antar pemerintah yang memberikan manfaat lebih besar bagi peningkatan pendapatan produsen karet. Sementara itu, IRCo dituntut untuk lebih mampu melakukan intervensi terhadap pasar.
Terkait dengan keikutsertaan negara lain, Mendag mengatakan bahwa Indonesia menyambut baik sekiranya ada negara-negara lain penghasil karet di kawasan yang berminat bergabung atau bekerjasama dengan ITRC. sumber : tribun news
Lebih lanjut Gita mengatakan, dalam kerangka ITRC dan IRCo, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sepakat untuk menerapkan skema pengurangan volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme /AETS) sebesar 300 ribu ton yang diberlakukan sejak Oktober 2012 sampai Maret 2013.
Kesepakatan yang diumumkan tanggal 16 Agustus 2012 tersebut, telah meningkatkan harga karet ( Daily Composite Price, atau gabungan rata-rata harga di ketiga negara) dari USD 2,54 per kg menjadi sekitar USD 2,9 per kg pada awal Desember 2012.
Menurut Mendag Gita Wirjawan, laporan dari Monitoring and Surveillance Committee (MSC), yang melakukan verifikasi lapangan pada bulan November dan Desember 2012, menyimpulkan bahwa penurunan volume ekspor ketiga
negara anggota ITRC telah sesuai dengan kesepakatan AETS.
“Dengan demikian diharapkan terjadi dampak langsung yang positif bagi tingkat pendapatan jutaan petani di Indonesia, Thailand dan Malaysia ,” ujarnya.
Berdasarkan data ITRC, total produksi karet dari tiga negara ini mencakup 67% dari total produksi dunia, dan ekspornya sebesar 86% dari total ekspor dunia. Produsen karet alam Indonesia sebagian besar adalah petani yang berjumlah sekitar 2,1 juta orang, yang menguasai 85% luas areal karet alam nasional.
Pada tahun 2011, Indonesia menghasilkan karet alam sekitar 3 juta ton atau 27% dari total produksi ITRC. Sebanyak 85% dari total produksi karet alam nasional Indonesia diekspor dengan nilai mencapai lebih dari USD 11,7 miliar pada tahun 2011.
Guna mengatasi gejolak harga dan memperkuat posisi negara produsen karet alam, para Menteri juga menyepakati pembentukan Pasar Karet Regional ( Regional Rubber Market ).
Pasar Karet Regional diharapkan dapat meramaikan bursa pasar berjangka dan pasar fisik yang sudah ada.
Selain itu, dapat membentuk harga riil pasar karet dan sekaligus menjalankan
fungsi lindung nilai. "Untuk itu ITRC sepakat melakukan studi komprehensif dan langkah-langkah harmonisasi berbagai kebijakan dalam rangka mewujudkan pasar ini ," jelas Mendag.
Lebih lanjut, Mendag mengungkapkan bahwa para Menteri juga sepakat untuk terus memperkuat kapasitas ITRC dan IRCo agar lebih mampu mengantisipasi berbagai tantangan ke depan.
Para Menteri mengharapkan agar ITRC dan IRCo dapat memandu negara-negara anggota untuk menjadi lebih pro-aktif dibanding reaktif dalam menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan dimaksud.
Selain itu, ITRC juga diharapkan dapat berfungsi sebagai organisasi antar pemerintah yang memberikan manfaat lebih besar bagi peningkatan pendapatan produsen karet. Sementara itu, IRCo dituntut untuk lebih mampu melakukan intervensi terhadap pasar.
Terkait dengan keikutsertaan negara lain, Mendag mengatakan bahwa Indonesia menyambut baik sekiranya ada negara-negara lain penghasil karet di kawasan yang berminat bergabung atau bekerjasama dengan ITRC. sumber : tribun news
Saatnya Asean bersatu tingkatkan kesejahteraan ekonominya
ReplyDelete