Friday 18 September 2015

Diriwayatkan bahwa surah Al-Maidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu Ashar yaitu pada hari Jum’at di Padang Arafah pada musim haji penghabisan (Wada’). Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingat isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan.

Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Karena itu, kumpulkan para sahabatmu dan beritahu mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”

Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat, pun menceritakan apa yang telah diberitahu malaikat Jibril a.s. Ketika para sahabat mendengarnya berita itu, mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna! Agama kila telah sempurna!”

Ketika Abu Bakar r.a. mendengar kabar Rasulullah s.a.w. itu, ia tidak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis ini sampai kepada para sahabat lain.

Maka berkumpullah mereka di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: “Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat engkau menangis sehingga menyedihkan sekali keadaanmu? Seharusnya engkau gembira karena agama kita telah sempurna.” Mendengar itu, Abu Bakar r.a. pun berkata, “Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang akan menimpa kamu. Tidakkah kamu tahu bahwa apabila suatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para istri nabi menjadi janda.”

Setelah mereka mendengar penjelasan Abu Bakar r.a.. sadarlah mereka lalu mereka pun menangis sejadi-jadinya. Kabar tangisan mereka kemudian sampai ke para sahabat yang lain. Mereka pun memberitahu Rasulullah s.a.w. Berkata salah seorang dari sahabat,“Ya Rasulullah s.a.w., kami baru kembali dari rumah Abu Bakar r.a. dan kami dapati banyak orang menangis dengan suara keras sekali di depan rumah beliau.” Berubahlah wajah Rasulullah s.a.w. dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar r.a. Setelah sampai, Rasulullah s.a.w. melihat kepada semua yang menangis dan bertanya,“Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis?”

Kemudian Ali r.a. berkata, “Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Adakah ini benar ya Rasulullah?” Lalu Rasulullah s.a.w. berkata:“Semua yang dikatakan Abu Bakar adalah benar, dan sesungguhnya waktu untuk aku meninggalkan kamu semua telah dekat.”

Setelah Abu Bakar mendengar pengakuan Rasulullah, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan. Saat semuanya sedang ditimpa duka, seorang sahabat ‘Ukasyah r.a. berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, engkau pernah memukul tulang rusukku hingga sakit. Saya ingin tahu apakah engkau sengaja memukulku atau hendak memukul unta Baginda.” Rasulullah menjawab: “Wahai ‘Ukasyah, aku sengaja memukul kamu.” Kemudian Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku kesini.” Bilal keluar dari masjid dan menuju rumah Fathimah sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata, “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas (diqishash).”

Setelah Bilal sampai di rumah Fathimah, memberi salam dan mengetuk pintu. “Siapakah di pintu?” “Aku Bilal, saya telah diperintahkan Rasulullah untuk mengambil tongkat beliau.”
“Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”
“Wahai Fathimah, Rasulullah s.a.w. telah menyediakan dirinya untuk diqishash.”
“Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk menqishash Rasulullah s.a.w.?”

Bilal tidak menjawab kemudian membawa tongkat itu kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah menerima tongkat tersebut dari Bilal, maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Melihat itu, Abu Bakar ra. dan Umar ra. tampil ke depan sambil berkata:
“Wahai ‘Ukasyah, janganlah kamu qishash Rasulullah s.a.w. qishashlah kami berdua.” Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Abu Bakar, Umar duduklah, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan tempatnya untuk kamu berdua.”

Kemudian Ali r.a. bangun, “Wahai ‘Ukasyah! Aku adalah orang yang senantiasa berada di samping Rasulullah s.a.w., pukullah aku dan janganlah kamu menqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Ali duduklah kamu, sesungguhnya Allah telah menetapkan tempatmu dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu, Hasan dan Husein bangun dengan berkata:“Wahai ‘Ukasyah, kami ini cucu Rasulullah, kalau kamu menqishash kami sama dengan kamu menqishash Rasulullah.” Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah s.a.w. pun berkata, “Wahai buah hatiku duduklah kamu berdua.”

“Wahai ‘Ukasyah pukullah aku, lakukanlah balasanmu,” kata Rasulullah.
‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah s.a.w., engkau memukulku waktu aku tidak memakai baju.” Maka Rasulullah pun membuka baju. Setelah Rasulullah membuka baju maka menangislah semua yang hadir. Suasana tegang dan haru. Begitu ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah yang putih bersih, ia segera melempar tongkatnya dan langsung memeluk dan mencium badan Rasulullah dan berkata: “Aku tebus engkau dengan jiwaku ya Rasulullah. Siapa yang sanggup memukulmu.

Aku melakukan ini karena ingin menyentuhkan badanku dengan badanmu yang dimuliakan Allah. Dan aku ingin Allah menjagaku dari neraka dengan kehormatanmu.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu ingin melihat seorang ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian semua sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat menegangkan itu. Setelah itu para sahabat pun berkata, “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperoleh darajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah di surga.”

Ketika ajal Rasulullah s.a.w. semakin dekat, beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Aisyah r.a. dan berkata: “Selamat datang, semoga Allah mengasihimu semua. Aku berwasiat kepadamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mentaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku denganmu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah dan menempatkannya di surga. Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya.

Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Apabila kamu memandikan aku, letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu, kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku adalah Allah, kemudian Jibril, kemudian diikuti Israfil, Mikail, dan yang akhir adalah lzrail berserta dengan semua pembantunya. Setelah itu baru kamu semua masuk bergantian berkelompok menshalatkanku.”

Setelah para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu, meledaklah tangis mereka. Mereka menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Ya Rasulullah. engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami, engkau selama ini memberi kekuatan dalam penemuan kami dan sebagai penguasa yang mengurus perkara kami. Apabila engkau sudah tiada nanti, kepada siapakah akan kami bertanya setiap persoalan yang timbul nanti?”

Kemudian Rasulullah berkata,“Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu dua penasihat: yang satu nasehat yang pandai bicara dan yang satu lagi nasehat yang diam. Yang pandai bicara adalah Al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit diantara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Quran dan Sunnah-ku dan sekiranya hati kamu bersikeras maka lembutkan dengan mengambil nasehat dari kematian.”

Setelah Rasulullah s.a.w. berkata demikian, maka Rasulullah mulai merasakan sakit. Dalam bulan safar Rasulullah s.a.w. sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Rasulullah diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin pula penyakit Rasulullah bertambah berat. Setelah Bilal menyelesaikan adzan subuh, Bilal pun pergi ke rumah Rasulullah.

Bilal pun memberi salam,“Assalaamualaika ya Rasulallah.” Lalu dijawab oleh Fathimah ra.,“Rasulullah s.a.w. masih sibuk dengan urusan beliau.” Setelah Bilal mendengar penjelasan dari Fathimah, ia pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah dan memberi salam lagi, kali ini salam Bilal didengar oleh Rasulullah: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya sakitku ini semakin berat, suruhlah Abu Bakar mengimamkan shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”Setelah mendengar pesan Rasulullah, Bilal pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata:“Waah … ini musibah besar.”

Di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah katakan kepadanya. Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong, dengan suara keras ia menangis hingga jatuh pingsan. Melihat peristiwa ini, riuh rendah tangisan sahabat terdengar di dalam masjid, sehingga Rasulullah bertanya kepada Fathimah ra.; “Wahai Fathimah apakah yang terjadi?” “Kekisruhan kaum muslimin disebabkan engkau tidak pergi ke masjid.”

Kemudian Rasulullah memanggil Ali dan Fadhl bin Abas lalu Rasulullah bersandar kepada kedua mereka dan terus pergi ke masjid. Setelah sampai di masjid, Rasulullah s.a.w. pun bershalat subuh bersama dengan para sahabat.

Setelah selesai, Rasulullah s.a.w. berkata, “Wahai kaum muslimin, kamu semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah s.w.t., oleh karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkata demikian, Rasulullah pun pulang.

Di langit, Allah s.w.t. mewahyukan kepada malaikat lzrail a.s., “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasih-Ku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. Minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali kepada-Ku.”

Malaikal lzrail pun turun mendatangi Nabi dengan menyerupai orang Arab Badwi. “Assalaamu ‘alaikum yaa ahla baitin nubuwwati wa ma danirrisaalati a-adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kamu sekalian, wahai penghuni rumah nabi dan pemberi risalah, bolehkan saya masuk?) Fathimah mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah s.a.w. sedang sibuk sebab sakitnya semakin berat.”

Kemudian malaikat lzrail memberi salam lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah s.a.w. Rasulullah bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu?”
“Ya Rasulullah, ada seorang Arab Badwi memanggilmu, dan aku telah katakan kepadanya Ayahanda sedang sibuk sebab sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badanku terasa menggigil.”Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?” Fathimah menjawab, “Tidak ayah.” “Dialah lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Fathimah tidak dapat menahan air matanya. Perpisahan dengan ayahandanya akan terjadi, dia menangis sejadi-jadinya.

“Janganlah menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Kemudian Rasulullah pun mengizinkan lzrail masuk. lzrail dengan tenang mengucap, “Assalamu ‘alaikum ya Rasulallah.” Lalu Rasulullah menjawab: “Wa ‘alaikassalam … Wahai lzrail engkau datang menziarahiku atau untuk mencabut ruhku?” lzrail menjawab: “Kedatanganku adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun jika engkau izinkan, kalau tidak engkau izinkan, aku akan kembali.” Berkata Rasulullah s.a.w., “Wahai lzrail, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Aku tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakan dia.” Tidak beberapa lama kemudian Jibril pun turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah s.a.w.

Ketika Rasulullah melihat kedatangan Jibril, beliau berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat” Berkata Jibril: “Ya aku tahu.” Rasulullah bertanya lagi, “Wahai Jibril, beritahukanlah padaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah.” Berkata Jibril, “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit. Kesemua pintu-pintu surga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.”

Berkata Rasulullah: “Alhamdulillah, sekarang engkau katakan pula tentang umatku di hari kiamat nanti.” Berkata Jibril, “Allah s.w.t. telah berfirman, ‘Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki surga sebelum umatmu memasuki surga.”

Berkatalah Rasulullah: “Sekarang aku telah puas dan telah hilang keresahan akan umatku. Wahai lzrail … mendekatlah kepadaku …. dan lakukanlah tugasmu.” lzrail pun mulai melakukan tugasnya. Ruh sang Nabi Agung itu dicabutnya pelan-pelan, lembut sekali. Ketika ruhnya sampai di pusat, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, sakiiit … sekali kematian ini.” Karena tak sanggup melihat wajah kekasih Allah itu merintih kesakitan, Jibril mengalihkan pandangannya.

Melihat itu, Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapa yang akan sanggup melihat wajahmu dalam keadaan sakaratul maut begini?”Anas bin Malik ra. berkata: “Ketika ruh Rasulullah s.a.w. telah sampai di dada, beliau bersabda, ‘Aku wasiatkan kepadamu mengerjakan shalat dan kerjakan semua yang Allah perintahkan kepadamu.”

Ali r.a. berkata: “Sesungguhnya, ketika menjelang saat-saat terakhir, Rasulullah mengerakkan kedua bibirnya sebanyak dua kali, dan aku meletakkan telingaku dekat dengannya, Rasulullah s.a.w. berkata: “Umatku..’ umatku….” Telah bersabda Rasulullah s.a.w. bahwa:“Malaikat Jibril a.s. telah berkata kepadaku.”Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah s.w.t. telah menciptakan sebuah laut di belakang gunung Qaf, dan di laut itu terdapat ikan yang selalu membaca shalawat untukmu, barang siapa yang menangkap ikan dari laut tersebut maka akan lumpuhlah kedua belah tangannya dan ikan tersebut akan menjadi batu.”

Waallahualam Bishawab.. sumber:seribusatu kisah islam

Thursday 17 September 2015

Dan Semut Pun Berdzikir

Barangkali di antara kita menganggap remeh makhluk Allah yang mungil ini, yaitu semut. Tidak jarang kita jengkel ketika para semut mulai menggerogoti makanan atau mencicipi minuman segar yang kita simpan atau siap untuk dihidangkan dengan rapi. Dengan aktivitas semut ini, sebagian kita menganggap mereka makhluk yang selalu menyusahkan dan berbagai ekspresi lainnya.

Namun pernahkah kita menyadari bahwa semut terkadang lebih baik daripada segolongan manusia? Mungkin kita bertanya-tanya dan sebagian ada yang menentang perkataan ini, bahkan ada yang menyatakan, “Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling baik di dunia ini di antara berbagai makhluk Allah SWT lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan sekelompok semut.”

Marilah kita perhatikan kisah-kisah berikut.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ada salah seorang Nabi yang singgah di bawah pohon, lalu ia digigit oleh seekor semut. Lalu ia membinasakannya dan mencari tempat persembunyian semut tersebut. Setelah itu, ia menyuruh untuk membakar tempat tinggal semut tersebut. Kemudian Allah menanyakan kepadanya : Apakah hanya karena gigitan seekor semut engkau membakar satu umat yang senantiasa bertasbih, mengapa tidak satu semut saja yang engkau bunuh?” (Shahih, HR. Bukhari dan yang lainnya).

Dalam kisah yang lain, Ahmad menceritakan, bahwa Waki’ memberitahukan kami, Mus’ir memberitahu kami, dari Zaid Al-Ami, dari Abu Shadiq Al-Naji. Dia bercerita, Sulaiman bin Dawud pernah hendak pergi mencari air (maksudnya : shalat istisqa’, meminta hujan kepada Allah SWT), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat kedua kaki depannya ke langit mengucapkan, “Sesungguhnya kami adalah salah satu makhluk dari makhluk-makhlukMu, kami sangat butuh siraman dan rezekiMu. Baik Engkau akan mengucurkan air dan rezeki kepada kami atau membinasakan kami.” Kemudian Sulaiman bertutur (kepada kaumnya), “Kembalilah pulang, kalian akan diberi air (hujan) melalui do’a dari makhluk selain kalian.” (HR. Imam Ahmad).

Dari kisah tadi, Mahasuci Allah, Allah telah memberi petunjuk kepada semut untuk senantiasa bertasbih kepadaNya. Ketika semut membutuhkan bantuan dan pertolongan, ia meminta kepada Allah semata. Lalu bagaimana dengan kita yang merupakan makhluk yang paling baik yang telah diciptakan Allah SWT? Kita senantiasa melupakan Allah SWT karena terlena dengan kenikmatan-kenikmatan dunia, jarang bersyukur atas karuniaNya, serta jarang berdo’a kepadaNya. Sebagian besar di antara kita masih saja menyekutukan Allah SWT dengan meminta bantuan kepada Jin, Tukang Sihir, Paranormal, Kyai, Orang-Orang yang Telah Meninggal, Tempat-Tempat atau Benda yang dianggap Keramat. Bahkan ketika tertimpa musibah bencana alam seperti Gempa Bumi dan Gunung Meletus, sebagian kita tetap saja melakukan ritual-ritual yang tidak ada dalam ajaran Islam serta menyekutukan Allah SWT.

Hendaknya kita sebagai manusia merasa malu kepada semut yang selama ini kita anggap sepele, apalagi kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam. sumber : era muslim

Do’a Dua Malaikat Setiap Subuh

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berinfaq. Anjuran yang bahkan pada bagian awal surah Al-Baqarah telah disebutkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala menggambarkan salah satu karakter utama orang bertaqwa.

الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ

يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

“Alif Laam Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan meng-infaq-kan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

(QS Al-Baqarah ayat 1-3)

Dalam ayat di atas Allah ta’aala menyebutkan karakter muttaqin yang biasa berinfaq bersama karakternya yang rajin menegakkan sholat. Di dalam Al-Qur’an hampir selalu karakter menegakkan sholat dan mengeluarkan infaq disebutkan dalam suatu rangkaian berpasangan. Hal ini mudah dimengerti sebab ajaran Islam selalu menekankan keseimbangan dalam segala sesuatu. Islam bukan semata ajaran yang mewujudkan hubungan antara hamba dengan rabbnya atau hablum minAllah, tetapi juga hubungan antara hamba dengan sesama hamba atau hablum minan-naas.

Uniknya lagi, di dalam ajaran Islam bila suatu perintah Allah ta’aala dilaksanakan, maka bukan saja hal itu menunjukkan kepatuhan seorang hamba akan rabbnya, melainkan dijamin bakal mendatangkan manfaat bagi si hamba. Ini yang disebut dengan fadhilah atau keutamaan suatu ’amal-perbuatan. Misalnya sholat malam atau tahajjud. Allah ta’aala menjanjikan bagi pelakunya bakal memperoleh kekuatan daya pengaruh ketika berbicara.

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (QS AlMuzzammil ayat 1-5)

Contoh lainnya bila seseorang meningkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’aala maka di antara fadhilah yang akan ia peroleh adalah penambahan ilmu dari Allah ta’aala, jalan keluar kesulitan hidupnya serta rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka.

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ

”Dan bertakwalah kepada Allah; Allah (akan) mengajarmu.” (QS AlBaqarah ayat 282)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaq ayat 2-3)

Demikian pula dengan berinfaq. Allah ta’aala menjanjikan fadhilah di balik kedermawanan seseorang yang rajin berinfaq.

قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS Saba’ ayat 39)

Bahkan dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan keuntungan yang bakal diraih seseorang yang rajin berinfaq di pagi hari sekaligus kerugian yang bakal dideritanya bilamana ia tidak peduli berinfaq di pagi hari.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا

وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا (البخاري)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak ada satu subuh-pun yang dialami hamba-hamba Allah kecuali turun kepada mereka dua malaikat. Salah satu di antara keduanya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq”, sedangkan yang satu lagi berdo’a “Ya Allah, berilah kerusakan bagi orang yang menahan (hartanya)” (HR Bukhary 5/270)

Pembaca yang budiman, marilah kita galakkan berinfaq di pagi hari agar malaikat mendoakan kelapangan rizqi yang memang sangat kita perlukan untuk memperlancar ibadah, amal sholeh, da’wah dan jihad kita di dunia. Dan jangan biarkan ada satu pagipun yang berlalu tanpa berinfaq sebab itu sama saja kita mengundang kerusakan dalam hidup sebagaimana doa malaikat yang satunya di setiap pagi hari.

Ketahuilah, bukan banyaknya jumlah infaq yang penting melainkan kontinuitas-nya. Lebih baik berinfaq sedikit namun konstan terus-menerus daripada berinfaq dalam jumlah besar namun hanya sekali setahun atau seumur hidup. Orang yang konstan berinfaq tidak bakal dipengaruhi oleh musim. Dalam masa paceklik tetap berinfaq, dalam masa panen tentu lebih pasti.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.”

(QS Ali Imran ayat 133-134) sumber era muslim

Ternyata Menangis Itu Termasuk Ibadah

Semua praktek ibadah akan dinilai benar selama berdasarkan petunjukk Al Qur’an dan sunnah Nabi. Menangis termasuk ibadah bila dilandaskan kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi yaitu menengis yang terjadi semata-mata- krena takut kepada Allah. Al Qur’an mempertanyakan keimanan orang yang tidak pernah menangis dikala mendengar ayat-ayat AlQuran. Allah berfirman:

أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ(59)وَتَضْحَكُونَ وَلَا تَبْكُونَ(60)وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ(61)فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا(62)

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan itu?. Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu melengahkannya? Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah Dia.

Menurut ayat diatas, orang yang tidak mau menangis dengan ayat Allah dia adalah oranng yang lalai. Karena itu orang yang tidak diragukan ketakwaan dan ketaatannya kepada Allah senantiasa mudah meneteskan air mata ketika mendengar Allah berfiman. Terutama bila ayat yang dibacanya adalah yang berhubungan dengan teguran seperti ayat diatas ini. karena itu ketika para shahabat pertama kali mendengar ayat ini dibacakan mereka pun menangis.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال لما نزلت أ فمن هذا الحديث تعجبون وتضحكون ولا تبكون وأنتم سامدون بكى أصحاب الصفة حتى جرت دموعهم على خدودهم فلما سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم حنينهم بكى معهم فبكينا ببكائه فقال صلى الله عليه وسلم لا يلج النار من بكى من خشية الله ولا يدخل الجنة مصر على معصية ولو لم تذنبوا لجاء الله بقوم يذنبون فيغفر لهم

Dari Abi Hurairah RA dia berkata: ketiaka turun ayat afamin hadzal haditsi…… menangislah para shahabat (ahli shuffah) hingga mengalirlah air mata mereka membasahi pipi, dan ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliaupun menangis bersama mereka, maka kamipun menangis karena (terdorong oleh) tangisannya.

Beliau bersabda: tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang yang terus menerus berbuat dosa. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mmendatangkan orang-orang yang berdosa kemudian Dia mengampuni mereka.

Memperhatikan hadits ini jelas sekali bahwa menangis karena takut neraka adalah akhlak Rasul dan para shahabat. Dan orang-orang yang tidak mau menangis tidak berarti tidak ada yang ditangisi atau tidak pernah berdosa melainkan meeka termasuk golongan yang terus menerus berbuat dosa. Dan Allah menyediakan ampunan bukan bagi orang yang tidak berdosa, karena setiap manusia pasti berbuat dosa , akan tetapi Dia menyediakan ampunan bagi orang yang suka menangisi dosa.

Bila tidak mau menangisi dosa berarti sama dengan memeliharanya. Dan orang yang memelihara dosa tentu akan dijauhkan dari surga. Karena Allah sediakan surga bagi orang yang bertaubat. Allah Swt telah memberi kepada setiap manusia potensi untuk menangis dan tertawa. Keduanya adalah amanat yang mesti dimanfaatkan untuk taqarrub kepadaNya.

Dan kebanyakan manusia lebih banyak tertawa dibanding dengan menangis. Bahkan mereka berusaha untuk membuat-buat ketawa. Dalam realitas kehidupan telah ditemukan bahwa sebagia manusia ada yang mampu membuata orang lain tertawa dan ada pula yang mampu membuat orang lain menangis. Sekiranya menangis dan tertawa ini kita lakukan untuk kepentiangan hari akhirat, pasti kita akan banyak menangis dan jarang tertawa selama didunia ini.

Dan sekiranya hal tidak dilakukan, maka tertawa didunia tetap hanya sebentar sebab hidup di dunia tidak lama lagi akan berakhir. Dan orang yang tidak mau menangis di dunia akan menangis di akhirat. Karena itu Allah mengingatkan dengan firman-Nya:

فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(2)

Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Ada seorang hamba yang berkata: saya tidak menenagis karena saya bukan orang yang emosional melainkan saya adalah orang yang banyak berfikir.

Penyataan ini bila ditinjau dengan kaca mata Islam sangat perlu diperbaiki, karena berlawanan dengan kandungan hadits Rasul yang menegaskan bahwa semakin luas wawasan seseorang dan mendalam ilmunya pasti akan semakin sering menangis dan jarang tertawa. Mari kita perhatikan sabda Rasulullah saw:

عن عبد الله بن عمرو قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ولضحكتم قليلا ولو علمتم ما أعلم لسجد أحدكم حتى ينقطع صلبه ولصرخ حتى ينقطع صوته ابكوا إلى الله فإن لم تستطيعوا أن تبكوا فتباكوا

Dari Abdillah bin Amr, ia berkata: Rasulullah bersabda: sekiranya kamu mengetahui apa yang aku ketahui pasti kamu banyak menangis dan jarang tertawa, sekiranya kamu mengetahui apa yang kuketahui pasti ada diantara kamu yang bersujud hingga patah tulang rusuknya, dan pasti berteriak menangis hingga habis suaranya. Menangislah kamu kepada Allah, apabila kamu tidak bisa menangis, maka usahakan sampai mampu.

Menurut hadits ini orang yang berilmu akan lebih banyak dan lebih mudah untuk menangis, karena dia mengetahui siapa dirinya dan dimana dia berada. Dan sebaliknya bila seseorang banyak tertawa dan jarang menan9gis berarti dia kurang mengetahui hakikat dirinya dihadapan Allah, sehingga dia selalu merasa tenang tanpa ada rasa kehawatiran kalau dirinya dekat dengan kemurkaan Allah, seakan-akan dia adalah orang yang sudah dijamin akan mendapat surga dan selamat serta jauh dari bahaya neraka.

Padahal tidak ada seorangpun yang mengetahui masa depan yang akan dihadapinya esok hari apalagi hari-hari sesudah mati. Karena itu, semakin mendalam dan luas ilmu seseorang tentang Islam maka akan semakin sering menangis. Bila kita susah manangisi dosa berarti kita sedang berada dalam kegelapan. Bila kita berada dalam kegelapan, bukan saja dosa kecil yang tidak terlihat akan tetapi dosa besar pun susah diketahui. Ya Allah ampunilah dosa kami dan memasukkanlah kami kedalam golongan yang tercantum dalam firmanMu:

إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا(107)وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا(108)وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا(109

Sesungu8hnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebellumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyugkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: Maha suci tuhan kami pasti dipenuhi dan mereka meniarap atas dahinya serta menangis, dan (Al Qur’an) menambah khusyu’ mereka.

Menangis yang bernialai ibadah adalah menangis yang melibatkan semua unsur manusia yaitu akal fikiran yang diisi dengan ilmu; qalbu yang diisi dengan keimanan; dan seluruh anggota badan termasuk kepala dengan sujudnya; lisan dengan membaca istighfar, tasbih, tahmid dan ungkapan dzikir lainnya. Dan tidak kalah pentingnya bahwa tetesan air mata yang membanjiri wajah hingga membasahi tempat sujud akan menjadi saksi nanti di akhirat .

Ada seseorang yang merasa cukup dengan menangis dalam hati saja dan menganggap bahwa menangis dengan meneteskan air mata tidak lagi diperlukan, dengan alasan bahwa sikap cengeng itu tidaklah baik. Sikap seperti ini tidak keliru bila diterapkan pada situasi sedang menghadapi musuh Allah yang menuntut semua hamba untuk berjiwa besar dan menjaga wibawa kaum muslimin demi terpeliharanya kemuliaan Islam .

Akan tetapi lain halnya ketika kita sedang berhadapan dengan Yang Mulia dan Maha Perkasa. Semua hamba harus menunjukkan kerendahan dirinya dengan penuh kesadaran sebagai hamba yang hina tak berdaya yang menyadari akan banyaknya dosa dan sering lalai akan perintah yang turun dari Dzat Yang Maha Bijaksana, dan pada saat yang sama kita harus menyadari bahwa kita tidak lama lagi akan disidang didepan Pengadilan Yang Mahatinggi.

Untuk meningkatkan kesadaran ini sangat diperlukan untuk selalu ingat akan kehidupan para nabi dan shalihin. Karena mereka adalah orang pinter dan cerdas dalam memahami kehidupan ummat, dan mereka juga adalah pejuang yang tidak pernah mengenal takut kepada siapapun. Namun demikian, mereka adalah sangat cengeng ketika sedang merintih kepada Yang Mahaadil dan menghadap kepada Yang Mahakuasa. Demikian Allah menjelaskan dalam firman-Nya:

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا(58)

Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Yang Maha Pengasih mereka meniarap sujud dan menangis Ayat diatas menjelaskan sifat-sifat para Nabi dan para pengikutnya dengan kata sujjadan (ahli sujud) dan bukiyyan (ahli menangis).

Kata bukiyyan adalah shighah mubalaghah (bentuk kata yang mempunyai makna sangat) dari kata bakiina yang merupakan kata sifat bagi orang-orang yang suka menangis. Hal ini menggambarkan bahwa tangisan tersebut melebihi dari tangisan yang biasa terjadi pada masayarakat umum yang disebabkan urusan dunia. Makna menangis yang dimaksud dalam ayat akan lebih jelas lagi bila kita perhatikan hadits Rasul SAW dibawah ini.

Menangis Menurut Sunnah Rasul SAW

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عيـنان لا تمسـهما النار عين بكت من خشـــية وعين باتت تحرس في سبيل الله

Rasulullah SAW bersabda: Dua mata yang tidak akan terkena api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga dijalan Allah

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاثة أعين لا تحرقهم النار أبدا عين بكت من خشية الله وعيين سهرت بكتاب الله وعين حرست في سبيل الله عز وجل

Rasulullah SAW bersabda: Tiga mata yang tidak akan terbakar api neraka untuk selamanya: mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang berjaga dimalam hari karena membaca kitab Allah, dan mata berjaga-jaga membela agama Allah.

Wallahu’alam. sumber : eramuslim.com