Saturday 29 December 2012


TOKYO (Berita SuaraMedia) - Jepang dan Amerika Serikat telah melakukan perjanjian rahasia yang mengizinkan pasukan AS untuk membawa senjata nuklir kepada bangsa itu secara diam-diam, koran nasional Jepang, Yomiuri Shimbun melaporkan pada hari Senin (12/11).

Seorang mantan wakil menteri Menteri Luar administratif, Ryohei Murata, yang bertugas di posisi itu dari Juli 1987 sampai Agustus 1989, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Yomiuri Shimbun bahwa ia percaya ada kesepakatan seperti itu.

"Terdapat dokumen sejenis ini," kata Murata, 79, merujuk ke spekulasi bahwa pemerintah Jepang dan AS telah secara rahasia memiliki perjanjian dimana Jepang akan secara diam-diam menyetujui panggilan pelabuhan dan memberikan jalur masuk melalui perairan teritorial Jepang oleh kapal perang AS yang membawa senjata nuklir.
Kesepakatan tersebut telah tercapai pada tahun 1960, ketika kedua negara memperpanjang perjanjian bilateral keamanan.

Meskipun pemerintah Jepang telah resmi untuk menolak adanya kesepakatan itu, pertama kalinya pembongkaran rahasia yang terbaru oleh mantan wakil administratif menteri luar negeri itu telah mengukuhkan bahwa perjanjian semacam itu memang ada.

Selama negosiasi melalui perjanjian bilateral, Jepang dan AS setuju untuk terus mendiskusikan jika pasukan AS akan membawa senjata nuklir ke wilayah Jepang sebagai suatu hal yang merupakan " perubahan penting dalam peralatan."

Tetapi dua pemerintah diyakini telah sepakat untuk sebuah perjanjian rahasia sehingga panggilan pelabuhan dan jalur masuk melalui perairan teritorial Jepang oleh kapal perang AS akan dibebaskan dari konsultasi sebelumnya dalam hal darurat militer di Timur Jauh.
Keberadaan perjanjian rahasia itu dikemukakan oleh sebuah dokumen resmi pemerintah AS, yang dikenal sebagai NSSM5 yang diperoleh oleh Yomiuri Shimbun pada tahun 1997, dan oleh kesaksian dari sumber di pihak AS.

Berbicara dengan Yomiuri, Murata berkata, "Pendahulu saya berkata kepada saya untuk menyampaikan isi (dari perjanjian rahasia) kepada menteri dalam kapasitas saya sebagai wakil menteri administratif."

Murata mengatakan ia membahas isi dengan menteri luar negeri pada saat itu.

Murata juga mengatakan bahwa wilayah perairan lima selat besar telah dibatasi hingga tiga mil laut dari tanah untuk mencegah jalur dari kapal perang AS yang membawa senjata nuklir di sana menjadi titik fokus politik.

Meskipun Konvensi PBB tentang Hukum Kelautan memungkinkan sebuah negara untuk mengatur jarak untuk teritorial perairan sepanjang 12 mil laut, angka di Selat Soya, Tsugaru, dan Osumi, Serta Selat Higashi-suido di Tsushima dan Selat Nishi-suido hanya ditetapkan pada jarak tiga mil laut.

Murata menjawab: "Ini adalah bagaimana saya mengerti maksud dari hal ini. Dan walaupun bukan saya yang memutuskan hal ini, saya pikir itu jelas semuanya hanyalah tindakan sementara yang lihai."

Karena bagian dari perairan di bagian kelima selat itu adalah perairan internasional sehingga kapal perang dari Cina dan beberapa negara lain sering melalui area perairan tersebut.

Namun, Menteri Luar Negeri Hirofumi Nakasone di DPR Komite Luar Negeri menyangkal adanya perjanjian semacam pada 10 Juni.

"Perdana menteri dan menteri luar negeri di masa lalu jelas menolak keberadaan suatu perjanjian rahasia," katanya.

Wakil Menteri Luar Mitoji Yabunaka, sementara itu, mengatakan pada konferensi pers pada 1 Juni, "Tidak ada perjanjian rahasia, itu saja yang saya tahu tentang masalah ini."

Sementara itu pada tanggal 17 Juni lalu, sebuah sidang atas kesepakatan rahasia Jepang-AS dimulai di Pengadilan Distrik Tokyo, dengan tuntutan agar pemerintah mengungkapkan tiga dokumen mengenai perjanjian bilateral tersebut. Meskipun perjanjian tahun 1960 telah terbongkar di Jepang sejak AS mendeklasifikasikan dokumen itu pada tahun 1997, Tokyo telah secara konsisten menolak bahwa mereka telah membolehkan semua pesawat terbang dan kapal AS bersenjata nuklir untuk berhenti di negera tersebut tanpa konsultasi.

''Secara umum, dokumen yang dikompilasi dalam proses negosiasi bilateral atau multilateral terkadang ditinggalkan nanti jika itu bukan kesepakatan akhirnya." ujar negara Matahari Terbit itu. Mereka menyatakan dokumen tersebut mungkin telah hilang, walaupun tidak dapat memastikan apakah memang ada dokumen semacam itu di masa lalu. Hakim Norihiko Sugihara berkata,''Hal ini dapat dimengerti bahwa penuntut berargumen bahwa pihak Jepang harusnya memiliki dokumen-dokumen seperti yang dimiliki pihak AS ... saya harapkan negara memiliki penjelasan rasional jika mengatakan ia tidak memiliki dokumen itu.'' Click Documentary iw/dyo/jt) dikutip oleh www.suaramedia.com

1 comment: